SELAMAT DATANG DI SARANG JATAYU KECIL

Disini merupakan sarang cyber si Jatayu Kecil, semoga sahabat-sahabat betah disini......

Kamis, 11 Maret 2010

Macro menghitung Kubikasi Besi Beton

Terkadang kita membutuhkan analisa kebutuhan kubikasi Besi Beton dalam suatu desain beton bertulang. Terutama pada struktur kolom dan balok.
Pada hakekatnya memang mudah untuk menghitung kebutuhan tersebut, namun ketika kita menghitungnya secara manual akan cukup membuang waktu ktia dalam proses analisanya.

Untuk itu saya mencoba menawarkan cara yang semi-automatic dengan menggunakan macro Ms. Excel. Hanya berusaha saling belajar dan mendapat informasi yang lebih mutakhir dari pembaca sekalian (terkait dengan perihal ini).

Adapun berikut adalah contoh file yang sudah memuat macro tersebut, bisa didapatkan disini.

Penjelasan :
Formula ini bisa diaktifkan melalui menekan toolbar fungsi seperti ini :
Dan input yang dibutuhkan adalah lebar (b), tinggi/panjang(h), diameter tulangan pokok (dia_pokok) dan jumlah tulangan pokok. Seperti dibawah ini :


Sedangkan untuk kubikasi Besi Sengkang, input yang dibutuhkan hanya Diameter Tulangan Sengkang dan Jarak Sengkang.
Formula untuk sengkang juga bisa diaktifkan dengan cara yang sama seperti tersebut diatas.

Selain itu juga terdapat formula untuk menghitung berat besi beton dengan menginput Diameter Besi Tulangan dan Panjang Besi Tulangan tersebut.

Apabila ada kekurangan atau ketidakjelasan bisa tinggalkan komentar. Terima Kasih.

Kamis, 28 Mei 2009

neoDELMAN !!! Cozy and Cheap !!

Pengen ngopi, ngejus ato kumpul-kumpul sama sobat sambil ngeblog, chatting, facebook-an?!
Datang aja kesini !!
so pasti.....
COZY AND CHEAP
[ Jojoran I No. 3 - Surabaya ]

Sabtu, 25 April 2009

AKU MENANGIS UNTUK ADIKKU 6 KALI....

*/Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six times"/*

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siap pun mengaku, jadi Beliau mengatakan : "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata :
"Ayah, aku yang melakukannya! ". Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitumarahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi :
"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.

Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata :
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut :
"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas : "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata : "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya : "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu
berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata :
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit
kacang yang sudah mengering.

Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku :

"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya dilokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) .
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan : "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya :
"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum :
"Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku :
"Aku tidak perduli omongan siapa pun!Kamu adalah adikku apapun juga!
Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. .."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan :

"Saya melihat semua gadis kota memakainya.Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku :
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum :
"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini.
Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya :

"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota . Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun,
mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan :
"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik,dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu :
"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya :
"Pikirkan kakak ipar, ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah : "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku. "
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat :
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung
tanganku.Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat
memegang sumpitnya. Sejak hari itu,saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, didepan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

~toYb~

Kamis, 23 April 2009

Menjual Keprawanan

MENJUAL KEPERAWANAN (Diambil dari Kisah Nyata)

Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima . Sang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok.

Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan.. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.

Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa.

Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya :

'' Maaf, nona ... Apakah anda sedang menunggu seseorang?
'' Tidak! '' Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.

'' Lantas untuk apa anda duduk disini?
'' Apakah tidak boleh? '' Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam.

'' Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.''
'' Maksud, bapak?

'' Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini ''
'' Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang.
Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk disini untuk sesuatu yang akan saya jual '' Kata wanita itu dengan suara lambat.

'' Jual? Apakah anda menjual sesuatu disini? ''

Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur.

'' Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti. ''
'' Saya ingin menjual diri saya, '' Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam dalam kearah petugas satpam itu.

Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
'' Mari ikut saya, '' Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.

Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karena ada secuil senyum diwajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu.

Di koridor hotel itu terdapat korsi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.

'' Apakah anda serius? ''
'' Saya serius '' Jawab wanita itu tegas.
'' Berapa tarif yang anda minta? ''
'' Setinggi tingginya..' '

'' Mengapa? Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
'' Saya masih perawan ''

'' Perawan? '' Sekarang petugas satpam itu benar benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini.. Pikirnya

'' Bagaimana saya tahu anda masih perawan?''
'' Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan. Ya kan...''

'' Kalau tidak terbukti?
'' Tidak usah bayar ...''

'' Baiklah ...'' Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
'' Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda. ''
'' Cobalah. ''

'' Berapa tarif yang diminta? ''
'' Setinggi tingginya. ''
'' Berapa? ''
'' Setinggi tingginya. Saya tidak tahu berapa? ''

'' Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya. ''

Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu.

Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.

'' Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana? ''
'' Tidak adakah yang lebih tinggi? ''
'' Ini termasuk yang tertinggi, '' Petugas satpam itu mencoba meyakinkan.
'' Saya ingin yang lebih tinggi...''
'' Baiklah. Tunggu disini ...'' Petugas satpam itu berlalu.

Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.

'' Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana? ''

'' Tidak adakah yang lebih tinggi? ''

'' Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp.. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama sama butuh ... ''

'' Saya ingin tawaran tertinggi ... '' Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.

Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.

'' Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya.
Tapi sebaiknya anda ikut saya.
Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit.
Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. '' Kata petugas satpam itu dengan agak kesal.

Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift..

Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua.

'' Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? " Kata petugas satpam itu dengan sopan.

Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama kesekujur tubuh wanita itu ...

'' Berapa? '' Tanya pria itu kepada Wanita itu.
'' Setinggi tingginya '' Jawab wanita itu dengan tegas.
'' Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? '' Kata pria itu kepada sang petugas satpam.
'' Rp. 6 juta, tuan ''
'' Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam. ''

Wanita itu terdiam.

Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu.

'' Bagaimana? '' tanya pria itu.
''Saya ingin lebih tinggi lagi ...'' Kata wanita itu.

Petugas satpam itu tersenyum kecut.

'' Bawa pergi wanita ini. '' Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.

'' Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual? ''
'' Tentu! ''
'' Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu .... ''
'' Saya minta yang lebih tinggi lagi ...''

Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang.
Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.

'' Kalau begitu, kamu tunggu ditempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya. ''

Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya.

'' Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Ripiah.
Apakah itu tidak cukup? Terdengar suara pria itu berbicara.
Wajah pria itu nampak masam seketika

'' Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu.
Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?! ''

Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita.
Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan diwajah pria itu.

Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu: '' Pak, apakah anda butuh wanita ... ??? ''

Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.

'' Ada wanita yang duduk disana, '' Petugas satpam itu menujuk kearah wanita tadi.

Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini. '' Dia masih perawan..''

Pria itu mendekati petugas satpam itu.
Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. '' Benarkah itu? ''
'' Benar, pak. ''
'' Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu ... ''
'' Dengan senang hati. Tapi, pak ....Wanita itu minta harga setinggi tingginya.''
'' Saya tidak peduli ... '' Pria itu menjawab dengan tegas.

Pria itu menyalami hangat wanita itu.
'' Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ...'' Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.

'' Mari kita bicara dikamar saja.'' Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu.

Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.

Di dalam kamar ...

'' Beritahu berapa harga yang kamu minta? ''
'' Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit ''
'' Maksud kamu? ''
'' Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterimakasih .... ''
'' Hanya itu ...''
'' Ya ...! ''

Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis.

Pria ini sadar, bahwa dihadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanita ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.

'' Siapa nama kamu? ''
'' Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar ... '' Kata wanita itu
'' Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. ''
''Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! ''

'' Ada ! Kata pria itu seketika.

'' Sebutkan! ''

'' Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu kerumah sakit. Dan sekarang pulanglah ... '' Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.

'' Saya tidak mengerti ...''

'' Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterimakasih.
Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terimakasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar ...''

'' Dan, apakah bapak ikhlas...? ''
'' Apakah uang itu kurang? ''
'' Lebih dari cukup, pak ... ''

'' Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal? ''
'' Silahkan ...''

'' Mengapa kamu begitu beraninya ... ''

'' Siapa bilang saya berani? Saya takut pak ... Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya kerumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu.
Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh` ... Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan ... ''

'' Keyakinan apa? ''

'' Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Allah lah yang akan menjaga kehormatan kita ... '' Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar.

Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata: '' Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini ... ''

'' KESADARAN... ''

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : forward e-mail dari seorang teman yang dia sendiri tidak tau awalnya dari mana kisah ini.

Kamis, 02 April 2009

Kapan Futsal ??

Kapan aku bisa maen Futsal lagi yah.... Kangen... Pengen nendang Theyeng, Pitik, Jenggot, Ludruk dan kawan-kawan...
Futsaaaaaaallllllllllll..................................

JATAYU KECIL

JATAYU KECIL
My Guardian Angel